Benang Kusut Bullying dalam keluarga

Pendahuluan

Riset Tim Kemendikbudristek pada tahun 2022 menyimpulkan bahwa, terdapat 36,31% siswa di Indonesia berpotensi mengalami bullying, secara verbal, fisik, maupun cyber. Dari angka tersebut hanya 13,54% yang melaporkan kejadiannya.  Artinya di belakang gemerlap anak-anak berprestasi di dunia pendidikan Indonesia saat ini, ada udun (bisul besar) yang menganjal di bawah bokong generasi muda Indonesia, yaitu bullying. Sebuah fenomena lama yang menghisap energi segar generasi muda, bagaikan benalu yang memakan rasa aman dan semangat belajar, serta meninggalkan atsar mendalam bagi anak yang menjadi korbannya.

Teringat cerita ringan Eko Kurniawan yang enggan melanjutkan sekolah ke sekolah lanjutan atas karena minder dengan gojlokan teman-temannya. Juga masih hangat di ingatan Aji Fernanda yang disuruh makan dua butir lombok, setelah ndulang lombok kepada seorang temannya. Dan banyak cerita-cerita yang lain. Dari dua cerita ringan tersebut, baik dari sisi pelaku bullying maupun korban, maka peran keluarga di dalamnya harus menjadi sorotan bersama. 

Madrasah dan lingkungan adalah tempat aman untuk belajar, bukan menjadi tempat perebutan pamer kekuatan, dan arena perundungan. Efek dari perundungan tidak hanya luka dan rasa sakit fisik, tapi juga melukai mental dan emosional anak yang menjadi korban. Tak jarang rendah diri, depresi, kecemasan, bahkan frustasi hidup  menjadi konsekuensi tragis yang dialami. Memahami faktor-faktor risiko bullying merupakan langkah awal untuk mencegah dan mengatasinya, demi masa depan anak-anak yang lebih cerah dan penuh kasih sayang. Munculnya anak berkarakter perundung disebabkan  oleh beberapa faktor:

Pertama efek dari disfungsi keluarga. Fungsi keluarga merupakan bagian terpenting dalam tumbuh kembang mental dan sosial anak. Sebab awal tempat anak lahir dan bertumbuh adalah keluarga. Sehingga keluarga menjadi bagian paling bermakna untuk menanamkan nilai-nilai keseimbangan dalam kehidupan. Fungsi keluarga merupakan sebuah sistem yang kompleks, dimana di dalamnya terdapat beberapa anggota keluarga, yang setiap anggota memiliki peran dan fungsi yang saling terkait. 

Disfungsi dalam sistem keluarga sangat memungkinkan menjadi pemicu tidak langsung terjadinya berbagai kasus bullying. Kurangnya kebersamaan, minimnya komunikasi, dan hilangnya kedekatan antar anggota keluarga akan menjadi masalah yang memisahkan rasa diantara mereka. Kehangatan kasih sayang yang seharusnya menyelimuti hubungan keluarga, tergantikan oleh rasa dingin dan kesepian. 

Kedua, faktor pola asuh lingkungan keluarga yang tidak tepat. Seperti cara asuh otoriter atau permisif. Cara asuh ini dua-duanya dapat melahirkan anak menjadi pelaku bullying ataupun menjadi korban. Orang tua atau senior dalam keluarga yang otoriter, yang suka menerapkan aturan keras dan hukuman keras tanpa ada bangunan pola komunikasi yang terbuka antar anggota keluarga, akan menjadikan anak suka mencari pelampiasan kekesalannya di luar rumah dengan cara keras juga. 

Sementara, cara asuh permisif yang terlalu membuka ruang kebebasan, memanjakan dan kurang memberikan rambu-rambu batasan resiko akan melahirkan anak yang lemah dan menjadi mudah terintimidasi dan tidak tahu cara membela diri. Menjadikan anak rentan terhadap bullying.

Ketiga, Pengalaman traumatis dalam lingkungan maupun keluarga. Seperti rasa sedih yang berkepanjangan, kehilangan orang tua, broken home, atau menderita penyakit yang lama, dapat meninggalkan trauma emosional. Emosi yang labil dan rasa sedih yang mendalam dapat membuat anak lebih rentan terhadap bullying, baik sebagai pelaku ataupun korban. Tidak kalah penting kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat menjadi luka paling mendalam bagi anak, dan meninggalkan bekas psikologis permanen. Anak yang terpapar kekerasan dalam rumahtangga akan memandang lingkungannya dengan penuh amarah dan rasa takut. Selanjutnya akan tumbuh benih agresivitas yang berpotensi mengantarkan mereka pada bullying. Atau sebaliknya tumbuh rasa rendah diri berat dan selalu diliputi rasa takut yang menjadikannya rentan untuk menjadi korban bullying

 

Profil Pelaku dan Korban Bullying

Dalam setiap kasus bullying, terdapat dua pihak yang terluka, yaitu pelaku dan korban. Oleh karena itu memahami profil keduanya adalah membuka kunci untuk menentukan cara pencegahannya. 

Pertama, pelaku bullying adalah anak yang diliputi rasa tidak aman, terancam, dan haus pengakuan diri. Pelaku bullying awalnya mungkin mengalami hal-hal tidak baik diatas di rumah atau lingkungannya, hingga batinnya terperangkap dalam amarah yang panjang dan impulsiv. Ia melakukan bullying hanya untuk mencari kepuasan tanpa memikirkan akibatnya. Karena ia telah kehilangan kemampuan untuk berempati dengan teman-temannya. Bullying adalah pelarian terdekatnya, yakni cara untuk menjadi merasa diakui dan satu-satunya cara meredakan rasa tidak aman dan rasa  terancam dalam dirinya.

kedua, korban bullying adalah anak dengan keberanian dan rasa percaya diri yang rendah. Anak ini merasa inferior, terisolasi, kesepian, dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dengan kelemahan dan sensitivitasnya anak ini akan menjadi sasaran yang paling aman bagi para pelaku bullying. Pada tahap berikutnya korban bullying yang hatinya diliputi rasa tidak aman, terancam, dan haus pengakuan diri ini, akan berkembang menjadi pelaku bullying dimasa mendatang. Dengan memahami profil pelaku dan korban bullying ini maka akan dapat dibangun jembatan empati dan dirumuskan solusi yang tepat. 

 

Mencegah dan Menangani Bullying

Mencegah dan menangani bullying diperlukan upaya komprehensif, yang melibatkan berbagai pihak. Guru, orang tua, dan anggota masyarakat perlu membangun komunikasi yang baik dan terbuka dengan anak. Keberhasilan dalam menanamkan nilai-nilai adab, saling menghormati, dan empati menjadi kunci untuk menumbuhkan karakter yang baik. 

Melakukan proteksi dan mengawasi pergaulan anak penting untuk menjaga mereka agar terhindar dari pengaruh pergaulan negatif. Madrasah sangat berperan dalam hal ini, diantaranya dengan cara membuat dan menerapkan tata tertib dan kebijakan tentang bullying yang baik dan konsisten. Teladan dan uswatun khasanah dari guru dan orang tua tentang adab dan empati harus terus-menerus diberikan dihadapan anak supaya tercipta lingkungan rumah dan madrasah yang ramah, santun, dan aman. Edukasi tentang bahaya bullying harus diberikan kepada anak secara rutin dan terstruktur. Edukasi tentang bahaya bullying perlu diberikan pula kepada orang tua  agar budaya ramah, santun, dan anti-kekerasan tertanamkan dalam pergaulan sehari-hari anak. sejak dini. Edukasi juga perlu diberikan kepada masyarakat umum agar terbangun komunitas yang saling mendukung dan melindungi dari bahaya bullying

Pemerintah dalam hal ini kementerian pendidikan dan Kementerian Agama memiliki peran penting dalam menegakkan gerakan anti bullying dengan menyusun regulasi yang efektif, memberikan pendidikan dan latihan kepada guru tentang penanganan bullying, serta membangun sisten madrasah yang anti bullying. Peran BK dan kepala madrasah juga penting dalam menolong korban bullying dengan melatih dan melibatkan siswa untuk membantu temannya, dengan cara memberikan dukungan emosional, menjadi teman bercerita untuk menyembuhkan trauma bullying.

Penanganan dan pencegahan kasus bullying yang tepat dan efektif oleh keluarga, madrasah, dan masyarakat, akan dapat membangun sistem yang kuat untuk mencegahnya. Sehingga dapat tercipta lingkungan yang ramah, santun, dan aman bagi semua anak. Sehingga dunia anak akan ceria dan terbebas dari rasa tidak aman.

 

 

Penulis,

So'im.

Guru Bahasa Arab pada MTsN 7 Jember

Alumni S2 Pendidikan Bahasa Arab IAIN Jember

 

 

Dikirim dari Email untuk Windows

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibuku, Kartini di Dalam Rumah: Sosok Malaikat Tak Bersayap / Oleh Nala Arwi

PENERAPAN NILAI PANCASILA DALAM OLAHRAGA / I.W

Berkah Ramadan Pasca Operasi Batu Empedu