Sajadah Kesayangan
Kisah ini terjadi sekitar 20 tahun yang lalu di bulan ramadhan di hari jumat 10 hari terakhir menjelang hari raya idul fitri. saat itu saya pulang dari madrasah sekitar jam 10.30 melanjutkan menyeterika baju yg tadi malam belum terselesaikan. terlihat suami siap-siap mandi untuk berangkat ke masjid melaksanakan sholat jumat yang hanya 100 meter dari rumah, waktu itu saya melihat sehabis mandi langsung ambil dan membawa sajadah warna hijau pemberian abah sebagai oleh-oleh pulang dari haji, sebelum menutup pintu samping beliau meletakkan sajadah terlebih dahulu ke belakang sepeda motor. saya teringat betul karena saya menyetrika menghadap ke pintu samping tersebut. walaupun dalam hati saya merasa heran karena tidak biasanya berangkat ke masjid untuk sholat jumat dengan mengawali waktu mungkin karena 10 hari terakhir ramadhan ingin i.tikaf di masjid
Beberapa bulan berlalu sajadah warna hijau yang paling saya sukai tidak pernah saya lihat lagi ketika saya tanyakan kepada suami merasa tidak pernah membawa sajadah tersebut karena merasa kurang besar katanya , tentu saja saya menyangkalnya karena saya melihat sendiri membawa sajadah itu, namun sampai satu tahun kemudian saat ramadhan berikutnya saya teringat kembali dengan sajadah kesayangan tidak pernah ada pertanyaan muncul kemana gerangan sajadah itu.
Ketika saat kumpul bareng keluarga besar di hari raya idul fiti itu saya sambil bercanda bercerita bahwa sajadah warna kesayangan pemberian abah hilamg dan sirna dengan selamat, sambil bercanda pula abah cerita ayo sambil di ingat-ingat sebelumnya pernahkan kamu punya cerita yang lain yang berhubungan dengaa sajadah karena saya yaqin ini ada hubungannnya dengan peristiwa sajadah dengan kamu sebelumnya begitu candaannya.
Sampai di rumah saya masih teringat dengan kata-kata pasti ada peristiwa sebelumnya yang berhubungan dengan sajadah, di situlah saya teringat serasa tergambar ketika saya bertugas di kecamatan ledokombo desa sumberlesung selama sekitar 5 tahun saya meletakkan sajadah di mushola samping rumah sebagai kenang-kenangan karena saya senang pindah rumah ke kecamatan kalisat agar lebih dekat dengan tempat kuliah di Jember yang mengharuskan pulang malam, dan kemudian ketika berada di Kalisat selama hanya 8 bulan di perumahan griyo ajung mulya, setelah mendengar saya mau di pindahkan ke umbulsari sengaja saya letakan sajadah di masjid dekat tempat saya dan keluarga sholat berjamaaah setiap waktu.
Malam itu saya telpon dan ceritakan peristiwaa sajadah sebelumnya pada abah dengan senyumnya abah mengisyaraatkan bahwa saya meletakkan sajadah di kedua tempat tersebut karena kamu senang akaan meninggalkan tempat yang selama ini kami tinggali dan saat ini kamu menginginkan rumah yang di tempati sekarang adalah sebagai isyarah Allah bagi kamu untuk meninggalakan rumah yang kamu tinggal sekarang.
Memang saya sangat menginginkan rumah yang saya huni saat itu rumahnya besar, bangunan kokoh dengan 4 bangungan yang kuno dan artistik, rumah induk dengan 4 kamar, bangunan dapur tersendiri, bangunan gudang yang luas dan bangunan kamar mandi tersendiri, tentu saja dengan angan-angan bagian dapur dan gudang bisa di sulap menjadi penampungan anak yatim piatu dan mengajian diniyah sepulang dari sekolah sungguh cita2 yang ingin segera saya terwujudkan, setiap saat doa yang selalu saya panjatkan "robbi anzilni munzalan mubarakan wa anta khoirul munzilin" dan doa " Ya rob, Robbi adkhilni mudkhola sidqin wa akhrijni mukhroja sidqin waj'alli milladhunka shultonan nashiro", doa itu sepanjang malam seolah menjadi wajib untuk saya pintakan kepada Allah, agar di mampukan untuk membeli rumah impian yang saya tinggal saat ini, namun Allah tidak menghendaki Nya, Allah tahu yang terbaik untuk keluarga saya dan yaqin betul Allah memberikan apa yang terbaik, lindungi kami dan keluarga kami ya Rob, hamba hanya mengharapkan ridhoMu ya Allah, selamatkan kami dan keluarga kami serta anak cucu kami dunia dan akhirat. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar